Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian (Subagyono K. et al., 2003).
Santoso et al., (____) dalam Konservasi Tanah Secara Vegetatif mengatakan wanatani mengindikasikan: (1) terdapat interaksi yang kuat, baik kompetitif atau komplementer antara komponen pohon-pohonan dan bukan pepohonan; (2) terdapat perbedaan yang nyata antara masing-masing komponen wanatani dalam dimensi fisik, umur, dan penampilan fisiologis; (3) wanatani umumnya mengintegrasikan dua atau lebih jenis tanaman (atau tanaman dan ternak), dimana paling tidak salah satunya adalah tanaman berkayu; (4) wanatani selalu mempunyai dua atau lebih hasil; (5) siklus wanatani selalu lebih dari satu tahun; (6) walaupun dalam bentuk sederhana, secara ekologi dan ekonomi wanatani lebih kompleks daripada sistem usaha tani monokultur; (7) wanatani dapat diterapkan pada lahan-lahan yang berlereng curam, berbatu-batu, berawa-rawa, ataupun tanah marjinal dimana sistem usaha tani lainya kurang cocok. Subagyono et al, (2003) mengatakan bahwa Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam atau agak curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim.
Acuan pola tanaman dalam usaha wanatani berdasarkan kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Sistem wanatani pada umumnya telah lama dikenal oleh petani di seluruh dunia. Dengan mengkombinasikan tanaman pepohonan dan tanaman semusim lain, petani dapat memperoleh hasil-hasil hutan dan hasil tanaman semusim untuk keperluan keluargannya. Lebih lanjut Subagyono et al, (2003) mengatakan Sistem wanatani telah lama dikenal di masyarakat Indonesia dan berkembang menjadi beberapa macam, yaitu pertanaman sela, pertanaman lorong, talun hutan rakyat, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung/multistrata, dan silvipastura. Sedangkan Santoso et al., (____) dalam Konservasi Tanah Vegetatif mengatakan pada saat ini telah dikenal enam macam kegiatan wanatani, yaitu: tanaman sela, talun, kebun campuran, pekarangan, tanaman pelindung, dan pagar hidup. Jadi dapat saya simpulkan bahwa kegiatan wanatani terbagi dalam bentuk ; Pertanaman sela, Pertanaman lorong, Talun hutan rakyat, Kebun campuran, Pekarangan, Tanaman pelindung/multistrata, Silvipastura, dan Pagar hidup.
1. Tanaman sela
Subagyono et al, (2003) mendefinisikan Pertanaman sela adalah pertanaman campuran antara tanaman tahunan dengan tanaman semusim. Sistem ini banyak dijumpai di daerah hutan atau kebun yang dekat dengan lokasi permukiman.
Pertanaman sela menggabungkan tanaman tahunan dan tanaman semusim. Tujuannya adalah agar petani mendapatkan pemasukan dari hasil tanaman semusim sementara menunggu hasil tanaman tahunan. Hal tersebut merupakan keuntungan dari penerapan teknik ini. sedangkan kerugiannya adalah tanaman semusim atau tanaman tahunan dapat menjadi penyebab penyakit atau hama bagi tanaman lain disekitarnya. Pola penanaman dengan teknik ini hanya baik dilakukan pada lehan dengan kemiringan lereng <30% (Santoso et al., ____).
2. Pertanaman lorong
Sistem pertanaman lorong atau alley cropping adalah suatu sistem dimana tanaman pagar pengontrol erosi berupa barisan tanaman yang ditanam rapat mengikuti garis kontur, sehingga membentuk lorong-lorong dan tanaman semusim berada di antara tanaman pagar tersebut (Subagyono et al., 2003). Sistem ini sesuai untuk diterapkan pada lahan kering dengan kelerengan 3-40%. Contoh pertanaman lorong dapat dilihat pada Gambar.
Penanaman tanaman pagar akan mengurangi 5-20% luas lahan efektif untuk budi daya tanaman sehingga untuk tanaman pagar dipilih dari jenis tanaman yang memenuhi persyaratan di bawah ini (Agus et al., 1999) dikutip dalam Teknik Konservasi Tanah Secara Vegetatif (Subagyono et al., 2003):
a. Merupakan tanaman yang mampu mengembalikan unsur hara ke dalam tanah, misalnya tanaman penambat nitrogen (N2) dari udara.
b. Menghasilkan banyak bahan hijauan.
c. Tahan terhadap pemangkasan dan dapat tumbuh kembali secara cepat sesudah pemangkasan.
d. Tingkat persaingan terhadap kebutuhan hara, air, sinar matahari dan ruang tumbuh dengan tanaman lorong tidak begitu tinggi.
e. Tidak bersifat alelopati (mengeluarkan zat beracun) bagi tanaman utama.
f. Sebaiknya mempunyai manfaat ganda seperti untuk pakan ternak, kayu bakar, dan penghasil buah sehingga mudah diadopsi petani.3. Talun atau hutan rakyat
Talun adalah lahan diluar areal pemukiman yang ditumbuhi oleh tanaman hutan dan tanaman tahunan lainnya (Santoso et al., ____). Subagyono et al., (2003) juga memberikan definisi talun yaitu lahan di luar wilayah permukiman penduduk yang ditanami tanaman tahunan yang dapat diambil kayu maupun buahnya. Dengan menerapkan teknik talun, erosi yang terjadi dapat diminimalisir dan juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang bermukum di sekitarnya.
4. Kebun campuran
Kebun campuran merupakan talun tetapi telah mendapat perawatan yang teratur dari masyarakat. Dalam kebun campuran biasanya terdiri dari berbagai tanaman tahunan yang ditanam dengan jarak tertentu.
Jenis tanaman tahunan yang sengaja ditanam dalam kebun campuran seperti petai, jengkol, aren, melinjo, sengon dan buah-buahan (Santoso et al., ____).
5. Pekarangan
Arsyad., (2010) dalam Konservasi Tanah dan Air, mendefinisikan pekarangan sebagai kebun campuran yang terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan yang menghasilkan buah-buahan dan sayuran serta tanaman semusim yang terletak di sekitar rumah. Tanaman yang umumnya ditanam di lahan pekarangan petani adalah ubi kayu, sayuran, tanaman buah-buahan seperti tomat, pepaya, tanaman obat-obatan seperti kunyit, temulawak, dan tanaman lainnya (Subagyono et al., 2003).
6. Tanaman pelindung
Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan bertajuk tinggi yang sengaja ditanam untuk melindungi tanaman semusim atau tanaman tahunan bertajuk rendah (berupa perdu) dari kelebihan intensitas sinar matahari dan pengaruh buruk angin (Santoso et al., ____). Selanjutnya Subagyono et al., (2003) menjelaskan Tajuk tanaman yang bertingkat menyebabkan sistem ini menyerupai hutan, yang mana hanya sebagian kecil air yang langsung menerpa permukaan tanah. Produksi serasah yang banyak juga menjadi keuntungan tersendiri dari sistem ini.
7. Silvipastura
Sistem silvipastura sebenarnya adalah bentuk lain dari sistem tumpang sari, tetapi yang ditanam di sela-sela tanaman tahunan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Penniseitum purpoides), dan lain-lain. Silvipastura umumnya berkembang di daerah yang mempunyai banyak hewan ruminansia. Hasil kotoran hewan ternak tersebut dapat dipergunakan sebagai pupuk kandang, sementara hasil hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Sistem ini dapat dipakai untuk mengembangkan peternakan sebagai komoditas unggulan di suatu daerah (Subagyono et al., 2003).
8. Pagar Hidup
Pagar hidup adalah sistem pertanaman yang memanfaatkan tanaman sebagai pagar untuk melindungi tanaman pokok (Subagyono et al., 2003). Untuk tanaman pagar dapat dipilih jenis pohon yang berfungsi sebagai sumber pakan ternak, jenis tanaman yang dapat menghasilkan kayu bakar, atau jenis-jenis lain yang memiliki manfaat ganda. Tanaman-tanaman tersebut ditanam dengan jarak yang rapat (< 10 cm). Karena tinggi tanaman bisa mencapai 1,5 – 2 m maka pemangkasan sebaiknya dilakukan 1-2 kali setahun (Agus et al., 1999), dirujuk dari Teknik Vegetatif Konservasi Tanah (Subagyono et al., 2003). Contoh penerapan teknik pagar hidup dapat dilihat pada Gambar di bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar yang membangun disilahkan.....